BALIKPAPAN, Inibalikpapan.com — Siapa sangka, di era saat ini keberadaan barang antik masih menjadi buruan koleksi para kolektor barang antik, bahkan tak sedikit untuk mendapatkan barang tersebut harus dengan membeli harga yang cukup tinggi.
Pelanggan atau pembeli barang antik kebanyakan orang asing yang bekerja di sektor migas dan batu bara era 1992 hingga 2019 meskipun sekarang ini sudah sangat jarang.
Hal inilah yang dilakukan pasangan suami istri Toha Idris (63) dan Mesiah (49) warga RT 3 Kelurahan Graha Indah, Balikpapan Utara.
Di rumah yang terbuat dari beton bercat hijau tersebut sejumlah barang-barang antik dan kerajinan terpampang mulai dari teras hingga ke dalam rumah.
Media ini pun berkesempatan mencari informasi awal mula pasangan suami istri ini bisa bergelut di dunia barang antik dan kerajinan khas suku dayak.
Klaim Mesiah dan Toha keberadaan barang antik khas Dayak hanya ditemukan ditempatnya. ” Sepertinya ditempat lain gak ada. Dulu cari hunting ke teman dan daerah pedalaman sekarang bapak kan sudah tua,”ujarnya memulai obrolan.
Mesiah menceritakan awal mula dia dan suaminya sebelum menetap di Balikpapan, pernah tinggal di daerah Sangatta, Kabupaten Kutai Timur. Saat itu suami sempat bekerja PT Badak, lalu berpindah ke Petrosea dan terakhir di KPC bagian pergudangan. Setelah berjalannya waktu, sang suami habis kontrak dengan perusahaan tersebut. Dari situ dirinya mulai menggeluti usaha jualan barang-barang kerajinan dan barang antik khas dayak sejak 1991 lalu, dengan cara door to door ke rumah-rumah warga termasuk menawarkan kepada relasi asingnya.
“Awal merintis usaha masih keliling mas, barulah pada 1992 lalu punya toko di Sangatta walau masih kecil tapi disyukuri,” kata Mesiah didampingi sang suami kepada media, Jumat (15/10/2021).
Toko yang diberi nama Mahdalena Artshop yang merupakan nama dari anak pertamanya, untuk lokasi berada di Jalan Yos Sudarso 1 Gang Mujur Jaya, Sangata Lama semakin berkembang. Tidak sedikit pembeli yang datang langsung ke tokonya, usahanya pun mulai beraneka macam dari awalnya jual kerajinan khas dayak mulai merambah ke barang-barang antik yang memiliki nilai seni dan jual yang cukup tinggi.
“Untuk kerajinan dayak saya ambil dari pengrajin langsung, karena waktu itu belum tahu alur-alur penjualannya,” akunya.
“Khusus barang antik kami ambil dari Toko barang Antik yang ada di Sangatta, baru dijual kembali dan ternyata banyak yang suka. Termasuk hasil pencarian kita ke pedalaman waktu bapak masih muda,” terang Mesiah.
Bahkan waktu masih di Sangatta kerajinan dan barang antik khas Dayak ini banyak menjadi incaran para ekspatriat. Katanya barang-barangnya unik dan sulit mencarinya.
Saat di Balikpapan pun barang antik khas Dayak ini masih dicari orang asing meski jumlahnya tidak lagi banyak seiring beduk jumlah pekerja asing di Balikpapan atau Kaltim.” Mereka datang ke rumah ini (Graha Indah) orang bule nya. Termasuk di pameran-pameran kita, “kata Mesiah.
Salah satu barang antik yang sempat dijual dan bernilai tinggi yakni gendongan bayi dan hiasan yang terbuat dari tengkorak kura-kura yang dilukis lukisan dayak dan dikombinasikan dengan kayu ulin untuk pondasinya. Kerangka Tengkorak ini, biasanya digunakan untuk menyimpan obat-obatan khas Dayak.
“Itu yang paling mahal dijual dan memang betulnya unik dan sulit dibuat. Satunya Harganya 35 juta laku saat kita pameran di JHCC Jakarta sebelum covid tahun 2019. Dibeli bule Amerika dua unit,” ungkap Toha Idris.
Setelah usahanya semakin berkembang, barulah Mesiah dan suami pindah ke Balikpapan. Di rumahnya sekarang yang berada di Perumahan Graha Indah juga banyak dihiasi aneka kerajinan khas dayak dan sejumlah barang antik. Saat ini terdapat 10-20 koleksi antiknya.
Mesiah menceritakan sebelum covid pihaknya memiliki toko di Kebun Sayur Balikpapan namun terjadi kebakaran sehingga menempati kios kecil. ” Sekarang dah kita tutup karena sepi. Kita pindah di rumah saja dan Toko di Sangatta alhamdulillah masih jalan, ” ceritanya.
Di rumahnya di Perumahan Graha Indah, barang antik tidak ditempatkan secara khusus. Terlihat ada, gendong bayi dengan umur 100 tahun, tempat madu, tempat perhiasan, primbon dayak, alat pembuat tato khas dayak, tempat lilin, tempat nginang, keramik bahkan ada samurai rol sejenis pelindung yang dipasangkan pada kuda saat ingin berperang.
“Dapat barangnya ini kebanyakan dari pedalaman Kalteng, Kalbar dan Kaltim,” kata Toha Idris yang saat itu mengenakan baju kemeja warga coklat dan peci putih.
Masih di tempat yang sama, juga terlihat ada Mandau senjata tradisional suku dayak yang memiliki ukuran beragam ada yang panjang dan kecil, harganya juga lumayan mahal satu mandau bisa dihargai Rp 12 juta, bahkan kalau mereka yang tahu nilai seni terutama warga dari pulau Jawa mandau tersebut bisa dihargai mencapai Rp 25 juta.
“Cukup mahal karena gagangnya juga dibuat dari tanduk rusa dan kayu ulin, prosea pembuatannya juga bukan satu hari jadi, tapi bisa sebulanan yang ukiran, harus pakai pahat yang tajam,” akunya.
Mandau asli
Bahkan berkat usaha jualan kerajinan khas dayak dan barang antik, Toha dan Mesiah bisa memiliki rumah dan kendaraan. Saat pandemi, pola penjualan dilakukan secara online dan langsung dengan mengikuti pameran yang difasilitasi perusahaan plat merah.
” Kalau yang barang antik kita gak pakai online karena khawatir di duplikasi pelaku kejahatan, ” ucapnya.
Mesiah mengaku sempat keluar kota dan negeri kala itu diajak sama Pertamina melaksanakan pameran di Jakarta dan Hongkong pada 2019 lalu.
“Saya banyak-banyak terima kasih pada pertamina yang mendukung dan mengajari kami untuk lebih mengembangkan lagi usaha dan membantu dalam setiap kali ada pameran,” tutup ibu dua anak ini.