Top Header Ad

Terima Banyak Pujian, Film Animasi ‘Jumbo’ Tak Lepas dari Kritik Tajam

Jumbo
Cuplikan film animasi Jumbo. Film ini tak lepas dari kritik di tengah pujian yang mereka terima. (Foto: IMDB)

JAKARTA, inibalikpapan.com Film animasi “Jumbo” terus memikat penonton sejak tayang perdana pada 31 Maret 2025. Karya besutan sutradara Ryan Adriandhy dan produksi Visinema Studios ini telah mendapat sambutan dari lebih dari empat juta orang, menjadi sebagai animasi Indonesia terlaris saat ini.

Namun, di balik kesuksesannya, muncul perdebatan terkait salah satu karakter utama di film Jumbo bernama Meri—sosok hantu anak perempuan yang membantu tokoh utama, Don, mempersiapkan penampilan panggung.

Kritik datang dari seorang konten kreator Muslimah, Afifah, yang menyoroti aspek spiritual dalam film ini. Ia menilai perjanjian antara Don dan Meri—yang ia anggap melibatkan makhluk gaib—berpotensi bertentangan dengan ajaran Islam, terutama dalam konteks syirik.

“Anak-anak belum tentu bisa membedakan antara fantasi dan keyakinan. Itu yang saya khawatirkan,” ujar Afifah dalam salah satu unggahannya, melansir Suara, jaringan inibalikpapan.com.

Afifah mengaku tetap mengapresiasi kualitas produksi film Jumbo. Namun ia merasa perlu menyampaikan sudut pandangnya. Terutama sebagai seorang ibu Muslim yang peduli terhadap tontonan anak-anak.

Tak hanya soal Meri, keberadaan radio yang dalam film Don gunakan untuk berkomunikasi dengan orangtuanya yang telah meninggal juga menuai perhatian. Bagi banyak penonton, adegan tersebut terasa menyentuh dan membawa haru.

Namun, bagi sebagian lainnya, konsep radio sebagai alat penghubung dengan arwah mereka anggap kurang bijak untuk muncul dalam film anak-anak.

Pro dan kontra soal Jumbo pun mewarnai respons publik di media sosial. Sebagian warganet menganggap kekhawatiran tersebut berlebihan, mengingat banyak film anak-anak lain yang juga menampilkan unsur magis dan makhluk halus.

Sejauh ini, Visinema Studios selaku rumah produksi Jumbo belum mengeluarkan pernyataan resmi terkait polemik tersebut. Meski begitu, perdebatan ini menambah dimensi baru dalam diskusi publik mengenai batasan antara hiburan dan nilai-nilai religius dalam industri film anak di Indonesia.***

Tinggalkan Komentar

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses